Di
sebuah negara yang besar, aman dan tentram, terdapat salah seorang pangeran
yang tampan. Pengeran tersebut adalah Putra Mahkota yang akan mewarisi sebuah
kerajaan. Tetapi pangeran tidak puas dengan dirinya sendiri yang serba
kecukupan. Pangeran ingin berkelana di dalam hutan. Pangeran ingin mendapatkan
jati dirinya. Dari sana dimulai perjalanan hidupnya dan menemukan pendamping
hidupnya.
Babak
I (Di hutan)
Dua orang berjalan melewati tanah yang rimbun.
Melihat tangan kiri tidak ada hewan atau burung yang dapat diburu. Pangeran dengan
pengawalnya yang sedang mencari jati diri, berjalan sambil melihat ke atas dan
ke bawah melihat hewan yang dapat diburunya.
Pangeran
:
Jo, Bejo… kamu dimana toh?
Bejo : Pangeran… pangeran…
pangeran ada dimana ya? (berjalan mundur,
kemudian bertabrakan hingga jatuh)
Pangeran
:
Aduh… Ati-ati dong!
Bejo : Maaf pangeran, saya tidak
tahu pangeran ada di belakangku. (Pangeran
dan bejo berdiri dan melihat ada orang disana)
Pangeran
:
Siapa itu, Jo?
Bejo : Saya tidak tahu pangeran, kira-kira siapa ya?
Pangeran
:
Permisi mbok, saya mau nanya. (sambil menghampiri Mbok Rondho)
M.R.D : Oalah, mari… Kamu siapa? Mau tanya apa toh le?
Pangeran
: Saya pengembara mbok. Maaf,
ini desa apa ya mbok?
M.R.D :
Ini Desa Dadapan. Kamu mau ngapain disini?
Pangeran :
Saya mau mengembara, tapi saya tersesat dan tidak tahu jalannya.
M.R.D : Wah, mbok punya ide
bagus. Gimana kalau kamu ikut dengan mbok saja. Tak jadikan anank angkat mbok,
itu juga kalau kamu mau. Gimana?
Mau
nggak?
Pangeran :
Wah… Iya mbok, saya mau. Mbok baik deh… Makasih ya mbok.
M.R.D : Kalau gitu, mulai
sekarang kamu jadi anakku. Kamu tak beri nama Ande-ande Lumut ya?
Pangeran : Oke mbok.
Babak II (Di rumah para Klenting)
Mbok Rondho
Klenting bersama putri-putrinya yang cantik, yaitu Klenting Merah, Klenting
Biru dan satu lagi anak tirinya yang bernama Klenting Kuning. Mbok Rondho
Klenting sangat menyayangi putri-putrinya, kecuali anak tirinya Klenting
Kuning, ia hanya bekerja seharian. Ia disuruh menyapu, membersihkan rumah,
mencuci baju, dan bekerja di ladang. Sungguh malang nasibnya.
Ketika
pagi yang terang, Klenting Kuning sedang menyapu halaman depan rumah mereka.
Tidak lama kemudian, Mbok Rondho Klenting datang dan mengawasi Klenting Kuning,
disusul dengan kedua putrinya.
M.R.K : Putri-putriku yang
cantik, kemari sayang! (sambil melambaikan tangannya)
K.M
dan K.B : Iya ibu, ada apa?
M.R.K : Begini, ada berita amat
penting bagi kalian berdua!
K.M : Amat penting? Berita
apa bu? (penasaran, sambil memegang tangan M.R.K)
K.B : Berita tentang apa
ya bu?
M.R.K : Kalian tahu nggak? Mbok
Rondho Dadapan yang punya anak yang namanya Ande-ande Lumut itu?
K.B : Siapa itu Mbok
Rondho Dadapan? Dan siapa itu anaknya? (bingung)
K.M : Apa mereka dari desa
sebelah?
M.R.K : Iya. Kalian belum tahu?
Ande-ande Lumut itu pria yang tampan dan banyak disukai wanita di desanya.
K.M : Apa? Benarkan itu
ibu?
M.R.K : Iya, Mbok Rondho Dadapan
membuat pengumuman untuk mengadakan pemilihan pasangan untuk menjadi istri
Ande-ande Lumut.
K.M : Oh, pastinya saya mau
bu…
K.B : Aku juga mau ya bu…
(merengek)
M.R.K : Iya, nanti ibu akan
dandani kalian biar jadi putri yang cantik-cantik
siapa
tahu diantara kalian ada yang terpilih.
K.M dan K.B : Iya bu, makasih ya bu (bergembira
dan tersenyum-senyum)
K.B : Wah… Pasti aku yang terpilih! Aku kan
cantik (penuh percaya diri)
K.M :
Heh! Enak saja! Nggak boleh! Aku kan lebih tua daripada kamu, jadi aku yang
lebih tepat untuk jadi istri Ande-ande Lumut. Harusnya kamu menghargai kakakmu
dong! Lagipula aku juga lebih cantik daripada kamu.
M.R.K :
Ya sudah, tidak usah bertengkar. Putri ibu semua kan cantik-cantik.
K.M dan K.B :
Iya bu (kemudian pergi dan masuk rumah)
Sejak
Mbok Rondho Dadapan dan kedua putrinya datang, Klenting Kuning selalu mendengarkan
pembicaraan mereka tentang pemilihan pasangan Ande-ande Lumut.
K.K :
Ibu… Aku mau bilang sesuatu.
M.R.K : Bilang apa? Apa kamu
sudah selesai menyapu? (sambil melihat-lihat pekerjaannya)
K.K : Sudah bu. Begini bu,
aku juga ingin mengikuti pemilihan, supaya bisa jadi istri Ande-ande Lumut, seperti
kakak-kakakku bu. Boleh kan bu? Ayolah bu… (merengek)
M.R.K : Oh ya sudah… Sini tak
dibilang! (memberi arang kepada Klenting Kuning). Begini saja, sekarang kamu
cuci baju-baju kakak-kakakmu di sungai sana! (mendorong Klenting Kuning dengan
kasar)
K.K : Lho bu, apa aku
nggak boleh ikut pemilihan?
M.R.K : Sudah sana! Cepat ambil cucian! (menunjuk cucian)
K.K : Iya bu (pergi
mengambil cucian)
Babak III (Perjalanan ke sungai)
Klenting Kuning setiap hari
hanya bekerja. Hanya dia dan Tuhan yang tahu sedihnya. Dia berharap Tuhan
memberi pahala yang lebih untuknya.
K.K : Ya Tuhan, aku
berharap aku bisa lebih sabar menghadapi semua ini (merundukkan kepalanya)
Bidadari
: Hei, gadis cantik!
(memanggil dan mendekati Klenting Kuning)
K.K : (melihat ke arah
Bidadari) Siapa kamu?
Bidadari
: Kamu tidak perlu takut.
Aku bidadari yang akan membantu dan memperbaiki nasibmu, gadis cantik.
K.K : Ingin apa kamu
padaku? (takut)
Bidadari
: Aku ingin memberimu
pusaka, tolong terimalah. Pusaka ini berguna untukmu (memberikan pusaka kepada
Klenting Kuning)
K.K : Apakah aku harus
mempercayaimu?
Bidadari : Iya. Aku adalah bidadari dan aku bisa
membantumu lebih.
K.K : (menerima pusaka
dari Bidadari) Baiklah, aku mengerti. Terima kasih.
Bidadari : Gunakan pusaka itu untuk kebaikan!
K.K : Iya, aku mengerti
(pergi meninggalkan Bidadari dan membawa pusakanya)
Babak
IV (Di sungai)
Di sungai yang besar dan berarus deras,
hiduplah seorang Yuyu Kangkang. Dia adalah pengendali sungai tersebut. Dia
sangat licik.
Yuyu Kangkang mondar-mandir sedang
mengawasi sungai jika ada orang yang datang dan membutuhkan bantuannya.
Y.K : (melihat dua gadis
yang mendekati sungai) Hohohoho… Siapa itu yang datang?
K.M :
(melihat sungai yang banjir) Waah, sungainya banjir! (bingung)
K.B :
Iya kak. Bagaimana kita bisa menyebrang kalau sungainya meluap!
K.M :
Hmmm, bagaimana kalau kita tidak bisa pergi ke sana?
K.B : Sebentar, tenang
saja. Itu, ada Yuyu Kangkang (menunjuk Yuyu Kangkang)
K.M : Oh, iya. (mendekati
Yuyu Kangkang). Yuyu Kangkang tolong sebrangkan aku dan adikku melewati sungai
ini ya.
Y.K : Waaah. Berat sekali
tugasku kali ini. Mungkin aku bisa, tapi ada syaratnya!
K.B :
Apa syaratnya? Uang? Tenang, itu mudah kami bisa bayar nanti.
K.M : Berapa mintamu? Cepat
katakan saja!
Y.K : Bukan uang. Aku
tidak mau. Syaratnya yaitu tangan kalian!
K.M : Apa? Tanganku? (terkejut
dan melihat tanganku) Mau kamu apakan tanganku?
K.B : Pasti kamu ada
maksud lain, iya kan?
Y.K : Tidak, tidak yang
aneh-aneh kok. Hanya kucium sedikit.
K.B : Apa? Hanya maksudmu?
K.M :
Nggak mau ah. Jorok
Y.K : Ya sudah kalau nggak
mau. Kalau kelamaaan, nanti syaratnya nambah lho!
Klenting Merah dan Klenting Biru
berdiskusi
K.M : Ya sudah. Tangan saja
ya!
K.B : Ingat, sebentar saja!
(mengacungkan tangannya)
Y.K : Waaah, senangnya.
Jarang-jarang bisa nyium tangan gadis cantik.
Yuyu
Kangkang menyebrangkan Klenting Merah dan Klenting Kuning bergiliran, sambil
mencium tangan mereka. Tidak lama kemudian, Klenting Kuning datang. Dia juga
ingin menyebrang sungai.
Y.K : (melihat Klenting
Kuning). Hohohoho, siapa itu? Baunya tidak enak, jelek lagi.
K.K : (melihat sungai yang
meluap) Waaah, kok banjir? Bagaimana aku bisa menyebang? (melihat Yuyu
kangkang) .Waaah, untung saja ada Yuyu Kangkang. Yuyu Kangkang, kesini! Tolong
sebrangkan aku ya.
Y.K : Apa? Sebrangkan
kamu? Aku nggak mau!
K.K : Gampang. Aku bawa
uang banyak.
Y.K : Meskipun uangmu banyak,
aku tetap nggak mau. Pergi sana! Jangan kesini lagi! (mengusir Klenting
Kuning). Dasar orang jelek!
K.K : Ya ampun, kamu jahat
Yuyu Kangkang. Ya sudah! Terserahmu! (meninggalkan Yuyu Kangkang dan
mengeluarkan pusaka). Aku akan membuat sungai ini kering supaya bisa
menyebrang.
Y.K : Hahahaha. Apa bisa?
Ngayal kamu ya.
Sesaat kemudian
sungai menjadi kering. Yuyu Kangkang pergi dan akhirnya mati. Kemudian Klenting
Kuning menyebrang sungai yang kering ke rumah Mbok Rondho Dadapan.
Babak
V (Di rumah Mbok Rondho Dadapan)
Sore hari, di
Desa Dadapan, Mbok Rondho Dadapan sedang menyapu rumah. Sedangkan Ande-ande
Lumut sedang mengaji. Saat menyapu rumah, tiba-tiba Klenting Merah dan Klenting
Biru datang untuk mengikuti pemilihan istri Ande-ande Lumut.
K.M dan K.B :
Assalamualaikum (mengetuk pintu rumah Mbok Rondho Dadapan)
M.R.D : (membuka pintu rumahnya)
Waalaikumsalam. Siapa ya? Ayo kalian masuk dan duduk dulu (mempersilahkan
Klenting Merah dan Klenting Biru)
K.M : Terima kasih, bu. Saya
Klenting Merah, bu. Dan ini adik saya, Klenting Biru (menunjuk Klenting Biru)
K.B : Iya bu, saya
Klenting Biru.
M.R.D : Waaah… Gadis-gadis cantik
ini ada kepentingan apa ya?
K.M : Kami ingin mengikuti
pemilihan itu, bu. Supaya bisa jadi istri Ande-ande Lumut.
M.R.D : Oalah, mau ikut pemilihan
ya. Kalau begitu, ayo nyanyi satu-satu!
K.M
dan K.B : Iya bu.
K.M : Saya dulu ya bu
(menyanyi dengan percaya diri)
M.R.D : Lumayan bagus
(mengangguk-angguk). Selanjutnya, Klenting Biru!
K.B : (menyanyi)
M.R.D : Waaah, bagus juga
suaramu. Sebentar ya, Ibu mau bilang Ande-ande Lumut dulu.
Kemudian
Mbok Rondho Dadapan menghampiri Ande- ande Lumut yang sedang mengaji. Dan
memberitahukan keberadaan Klenting Merah dan Klenting Biru yang sedang
mengikuti pemilihan.
AAL :
(mengaji)
M.R.D : (memutus ayat yang dibaca
Ande-ande Lumut) Anakku sayang, turunlah. Ada dua gadis yang mengikuti
pemilihan.
AAL : Siapa mereka berdua
bu?
M.R.D : Yang pertama ada putri
yang sopan dan cantik rupanya. Klenting Merah namanya.
AAL : (melihat Klenting
Merah) Duh Ibu… Saya nggak mau… Aduh bu… (mengetahui bahwa Klenting Merah sudah
tercium oleh Yuyu Kangkang). Saya nggak mau turun… Memang cantik, tapi bekas
Yuyu Kangkang.
M.R.D : Wah, nggak mau ya nak.
K.M : Wah, kurang ajar
kamu. Aku cantik-cantik gini dibilang bekas Yuyu Kangkang.
M.R.D : Ya sudah. Yang kedua ada
putri yang sopan juga cantik rupanya. Klenting Biru namanya.
AAL : (melihat Klenting
Biru) Duh Ibu… Saya nggak mau (mengetahui bahwa Klenting Biru sudah tercium
oleh Yuyu Kangkang). Memang cantik, tapi bekas Yuyu Kangkang.
M.R.D : Waah, nggak mau semua ya
nak.
Tidak
lama kemudian datanglah Klenting Kuning di rumah Mbok Rondho Dadapan. Dia ingin
mengikuti pemilihan juga.
K.K :
(mengetuk pintu Mbok Rondho Dadapan) Assalamualaikum
M.R.D :
(membuka pintu rumahnya) Waalaikumsalam. Siapa ya?
K.K : Saya Klenting Kuning
bu. Mau ikut pemilihan, supaya bisa jadi istri Ande-ande Lumut.
M.R.D : Apa? Kamu mau jadi istri
anakku? Nggak salah kamu?
K.M : (mencampuri
pembicaraan) Lha iya bu, muka jelek, baunya nggak enak lagi. Aku saja yang
cantik ditolak
K.B : Iya tuh, apalagi
kamu.
K.K : Di coba dulu bu.
M.R.D : Ya sudah, masuk dulu.
Sekarang, cepat kamu nyanyi.
K.K : (menyanyi)
M.R.D : Sebentar, ibu bilang ke
Ande-ande Lumut dulu (menghampiri Ande-ande Lumut). Anakku yang tampan,
kemarilah nak. Ada putrid yang sopan, sayang jelek rupanya. Namanya Klenting
Kuning.
AAL : (melihat Klenting
Kuning) Ibu, aku mau bu. Saya akan turun, meski jelek, dia bukan bekas
siapapun. Terima kasih bu
M.R.D : Apa kamu tidak salah?
AAL : Tidak bu. Ini sudah
jadi pilihan saya (kemudian turun menghampiri Klenting Kuning)
Klenting
Merah dan Klenting Biru terlihat kecewa.
M.R.D : Oh… Kalau itu pilihanmu,
ibu turuti kamu saja.
AAL : Bu, saya mau jujur
tentang jati diriku, bu.
M.R.D : Apa itu nak?
AAL : Bu… Sebenarnya saya
adalah pangeran yang mengembara yang mencari pengalaman hidup
M.R.D : Apa? Pangeran? (terkejut
dan hampir pingsan)
K.M
dan K.B : Apa? (terkejut)
Akhirnya
Klenting Kuning dan Ande-ande Lumut, wajah jelek dan bau membuat semua menjadi
indah. Dan sebenarnnya Klenting Kuning adalah Putri Sekartaji. Kini, Pangeran
dan Putri Sekartaji hidup bahagia selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar