Kamis, 26 Februari 2015

DRAMA ANDE-ANDE LUMUT

Di sebuah negara yang besar, aman dan tentram, terdapat salah seorang pangeran yang tampan. Pengeran tersebut adalah Putra Mahkota yang akan mewarisi sebuah kerajaan. Tetapi pangeran tidak puas dengan dirinya sendiri yang serba kecukupan. Pangeran ingin berkelana di dalam hutan. Pangeran ingin mendapatkan jati dirinya. Dari sana dimulai perjalanan hidupnya dan menemukan pendamping hidupnya.

Babak I (Di hutan)
                Dua orang berjalan melewati tanah yang rimbun. Melihat tangan kiri tidak ada hewan atau burung yang dapat diburu. Pangeran dengan pengawalnya yang sedang mencari jati diri, berjalan sambil melihat ke atas dan ke bawah melihat hewan yang dapat diburunya.
Pangeran              : Jo, Bejo… kamu dimana toh?
Bejo                        : Pangeran… pangeran… pangeran ada dimana ya? (berjalan mundur,  kemudian bertabrakan hingga jatuh)
Pangeran              : Aduh… Ati-ati dong!
Bejo                        : Maaf pangeran, saya tidak tahu pangeran ada di belakangku. (Pangeran  dan bejo berdiri dan melihat ada orang disana)
Pangeran              : Siapa itu, Jo?
Bejo                        : Saya tidak tahu pangeran, kira-kira siapa ya?
Pangeran              : Permisi mbok, saya mau nanya. (sambil menghampiri Mbok Rondho)
M.R.D                     : Oalah, mari… Kamu siapa? Mau tanya apa toh le?
Pangeran              : Saya pengembara mbok. Maaf, ini desa apa ya mbok?
M.R.D                     : Ini Desa Dadapan. Kamu mau ngapain disini?
Pangeran              : Saya mau mengembara, tapi saya tersesat dan tidak tahu jalannya.
M.R.D                     : Wah, mbok punya ide bagus. Gimana kalau kamu ikut dengan mbok saja. Tak jadikan anank angkat mbok, itu juga kalau kamu mau. Gimana?
                                  Mau nggak?
Pangeran              : Wah… Iya mbok, saya mau. Mbok baik deh… Makasih ya mbok.
M.R.D                     : Kalau gitu, mulai sekarang kamu jadi anakku. Kamu tak beri nama Ande-ande Lumut ya?
Pangeran              : Oke mbok.

Babak II (Di rumah para Klenting)
                Mbok Rondho Klenting bersama putri-putrinya yang cantik, yaitu Klenting Merah, Klenting Biru dan satu lagi anak tirinya yang bernama Klenting Kuning. Mbok Rondho Klenting sangat menyayangi putri-putrinya, kecuali anak tirinya Klenting Kuning, ia hanya bekerja seharian. Ia disuruh menyapu, membersihkan rumah, mencuci baju, dan bekerja di ladang. Sungguh malang nasibnya.
                Ketika pagi yang terang, Klenting Kuning sedang menyapu halaman depan rumah mereka. Tidak lama kemudian, Mbok Rondho Klenting datang dan mengawasi Klenting Kuning, disusul dengan kedua putrinya.
M.R.K                     : Putri-putriku yang cantik, kemari sayang! (sambil melambaikan tangannya)
K.M dan K.B          : Iya ibu, ada apa?
M.R.K                     : Begini, ada berita amat penting bagi kalian berdua!
K.M                         : Amat penting? Berita apa bu? (penasaran, sambil memegang tangan M.R.K)
K.B                          : Berita tentang apa ya bu?
M.R.K                     : Kalian tahu nggak? Mbok Rondho Dadapan yang punya anak yang namanya Ande-ande Lumut itu?
K.B                          : Siapa itu Mbok Rondho Dadapan? Dan siapa itu anaknya? (bingung)
K.M                         : Apa mereka dari desa sebelah?
M.R.K                     : Iya. Kalian belum tahu? Ande-ande Lumut itu pria yang tampan dan banyak disukai wanita di desanya.
K.M                         : Apa? Benarkan itu ibu?
M.R.K                     : Iya, Mbok Rondho Dadapan membuat pengumuman untuk mengadakan pemilihan pasangan untuk menjadi istri Ande-ande Lumut.
K.M                         : Oh, pastinya saya mau bu…
K.B                          : Aku juga mau ya bu… (merengek)
M.R.K                     : Iya, nanti ibu akan dandani kalian biar jadi putri yang cantik-cantik

siapa tahu diantara kalian ada yang terpilih.
K.M dan K.B          : Iya bu, makasih ya bu (bergembira dan tersenyum-senyum)
K.B                          : Wah… Pasti aku yang terpilih! Aku kan cantik (penuh percaya diri)
K.M                         : Heh! Enak saja! Nggak boleh! Aku kan lebih tua daripada kamu, jadi aku yang lebih tepat untuk jadi istri Ande-ande Lumut. Harusnya kamu menghargai kakakmu dong! Lagipula aku juga lebih cantik daripada kamu.
M.R.K                     : Ya sudah, tidak usah bertengkar. Putri ibu semua kan cantik-cantik.
K.M dan K.B          : Iya bu (kemudian pergi dan masuk rumah)

                Sejak Mbok Rondho Dadapan dan kedua putrinya datang, Klenting Kuning selalu mendengarkan pembicaraan mereka tentang pemilihan pasangan Ande-ande Lumut.
K.K                          : Ibu… Aku mau bilang sesuatu.
M.R.K                     : Bilang apa? Apa kamu sudah selesai menyapu? (sambil melihat-lihat pekerjaannya)
K.K                          : Sudah bu. Begini bu, aku juga ingin mengikuti pemilihan, supaya bisa  jadi istri Ande-ande Lumut, seperti kakak-kakakku bu. Boleh kan bu? Ayolah bu… (merengek)
M.R.K                     : Oh ya sudah… Sini tak dibilang! (memberi arang kepada Klenting Kuning). Begini saja, sekarang kamu cuci baju-baju kakak-kakakmu di sungai sana! (mendorong Klenting Kuning dengan kasar)
K.K                          : Lho bu, apa aku nggak boleh ikut pemilihan?
M.R.K                     : Sudah sana! Cepat ambil cucian! (menunjuk cucian)
K.K                          : Iya bu (pergi mengambil cucian)

Babak III (Perjalanan ke sungai)
                Klenting Kuning setiap hari hanya bekerja. Hanya dia dan Tuhan yang tahu sedihnya. Dia berharap Tuhan memberi pahala yang lebih untuknya.
K.K                          : Ya Tuhan, aku berharap aku bisa lebih sabar menghadapi semua ini (merundukkan kepalanya)
Bidadari                 : Hei, gadis cantik! (memanggil dan mendekati Klenting Kuning)
K.K                          : (melihat ke arah Bidadari) Siapa kamu?
Bidadari                 : Kamu tidak perlu takut. Aku bidadari yang akan membantu dan memperbaiki nasibmu, gadis cantik.
K.K                          : Ingin apa kamu padaku? (takut)
Bidadari                 : Aku ingin memberimu pusaka, tolong terimalah. Pusaka ini berguna untukmu (memberikan pusaka kepada Klenting Kuning)
K.K                          : Apakah aku harus mempercayaimu?
Bidadari : Iya. Aku adalah bidadari dan aku bisa membantumu lebih.
K.K                          : (menerima pusaka dari Bidadari) Baiklah, aku mengerti. Terima kasih.
Bidadari : Gunakan pusaka itu untuk kebaikan!
K.K                          : Iya, aku mengerti (pergi meninggalkan Bidadari dan membawa pusakanya)

Babak IV (Di sungai)
Di sungai yang besar dan berarus deras, hiduplah seorang Yuyu Kangkang. Dia adalah pengendali sungai tersebut. Dia sangat licik.
Yuyu Kangkang mondar-mandir sedang mengawasi sungai jika ada orang yang datang dan membutuhkan bantuannya.
Y.K                        : (melihat dua gadis yang mendekati sungai) Hohohoho… Siapa itu yang datang?
K.M                         : (melihat sungai yang banjir) Waah, sungainya banjir! (bingung)
K.B                          : Iya kak. Bagaimana kita bisa menyebrang kalau sungainya meluap!
K.M                         : Hmmm, bagaimana kalau kita tidak bisa pergi ke sana?
K.B                          : Sebentar, tenang saja. Itu, ada Yuyu Kangkang (menunjuk Yuyu Kangkang)
K.M                         : Oh, iya. (mendekati Yuyu Kangkang). Yuyu Kangkang tolong sebrangkan aku dan adikku melewati sungai ini ya.
Y.K                          : Waaah. Berat sekali tugasku kali ini. Mungkin aku bisa, tapi ada syaratnya!
K.B                          : Apa syaratnya? Uang? Tenang, itu mudah kami bisa bayar nanti.
K.M                         : Berapa mintamu? Cepat katakan saja!
Y.K                          : Bukan uang. Aku tidak mau. Syaratnya yaitu tangan kalian!
K.M                         : Apa? Tanganku? (terkejut dan melihat tanganku) Mau kamu apakan tanganku?
K.B                          : Pasti kamu ada maksud lain, iya kan?
Y.K                          : Tidak, tidak yang aneh-aneh kok. Hanya kucium sedikit.
K.B                          : Apa? Hanya maksudmu?
K.M                         : Nggak mau ah. Jorok
Y.K                          : Ya sudah kalau nggak mau. Kalau kelamaaan, nanti syaratnya nambah lho!
                Klenting Merah dan Klenting Biru berdiskusi
K.M                         : Ya sudah. Tangan saja ya!
K.B                          : Ingat, sebentar saja! (mengacungkan tangannya)
Y.K                          : Waaah, senangnya. Jarang-jarang bisa nyium tangan gadis cantik.
                Yuyu Kangkang menyebrangkan Klenting Merah dan Klenting Kuning bergiliran, sambil mencium tangan mereka. Tidak lama kemudian, Klenting Kuning datang. Dia juga ingin menyebrang sungai.
Y.K                          : (melihat Klenting Kuning). Hohohoho, siapa itu? Baunya tidak enak, jelek lagi.
K.K                          : (melihat sungai yang meluap) Waaah, kok banjir? Bagaimana aku bisa menyebang? (melihat Yuyu kangkang) .Waaah, untung saja ada Yuyu Kangkang. Yuyu Kangkang, kesini! Tolong sebrangkan aku ya.
Y.K                          : Apa? Sebrangkan kamu? Aku nggak mau!
K.K                          : Gampang. Aku bawa uang banyak.
Y.K                          : Meskipun uangmu banyak, aku tetap nggak mau. Pergi sana! Jangan kesini lagi! (mengusir Klenting Kuning). Dasar orang jelek!
K.K                          : Ya ampun, kamu jahat Yuyu Kangkang. Ya sudah! Terserahmu! (meninggalkan Yuyu Kangkang dan mengeluarkan pusaka). Aku akan membuat sungai ini kering supaya bisa menyebrang. 
Y.K                          : Hahahaha. Apa bisa? Ngayal kamu ya.
                                                  Sesaat kemudian sungai menjadi kering. Yuyu Kangkang pergi dan akhirnya mati. Kemudian Klenting Kuning menyebrang sungai yang kering ke rumah Mbok Rondho Dadapan.

Babak V (Di rumah Mbok Rondho Dadapan)
                Sore hari, di Desa Dadapan, Mbok Rondho Dadapan sedang menyapu rumah. Sedangkan Ande-ande Lumut sedang mengaji. Saat menyapu rumah, tiba-tiba Klenting Merah dan Klenting Biru datang untuk mengikuti pemilihan istri Ande-ande Lumut.
K.M dan K.B          : Assalamualaikum (mengetuk pintu rumah Mbok Rondho Dadapan)
M.R.D                     : (membuka pintu rumahnya) Waalaikumsalam. Siapa ya? Ayo kalian masuk dan duduk dulu (mempersilahkan Klenting Merah dan Klenting Biru)
K.M                         : Terima kasih, bu. Saya Klenting Merah, bu. Dan ini adik saya, Klenting Biru (menunjuk Klenting Biru)
K.B                          : Iya bu, saya Klenting Biru.
M.R.D                     : Waaah… Gadis-gadis cantik ini ada kepentingan apa ya?
K.M                         : Kami ingin mengikuti pemilihan itu, bu. Supaya bisa jadi istri Ande-ande Lumut.
M.R.D                     : Oalah, mau ikut pemilihan ya. Kalau begitu, ayo nyanyi satu-satu!
K.M dan K.B          : Iya bu.
K.M                         : Saya dulu ya bu (menyanyi dengan percaya diri)
M.R.D                     : Lumayan bagus (mengangguk-angguk). Selanjutnya, Klenting Biru!
K.B                          : (menyanyi)
M.R.D                     : Waaah, bagus juga suaramu. Sebentar ya, Ibu mau bilang Ande-ande Lumut dulu.
                Kemudian Mbok Rondho Dadapan menghampiri Ande- ande Lumut yang sedang mengaji. Dan memberitahukan keberadaan Klenting Merah dan Klenting Biru yang sedang mengikuti pemilihan.
AAL                        : (mengaji)
M.R.D                     : (memutus ayat yang dibaca Ande-ande Lumut) Anakku sayang, turunlah. Ada dua gadis yang mengikuti pemilihan.
AAL                        : Siapa mereka berdua bu?
M.R.D                     : Yang pertama ada putri yang sopan dan cantik rupanya. Klenting Merah namanya.
AAL                        : (melihat Klenting Merah) Duh Ibu… Saya nggak mau… Aduh bu… (mengetahui bahwa Klenting Merah sudah tercium oleh Yuyu Kangkang). Saya nggak mau turun… Memang cantik, tapi bekas Yuyu Kangkang.
M.R.D                     : Wah, nggak mau ya nak.
K.M                         : Wah, kurang ajar kamu. Aku cantik-cantik gini dibilang bekas Yuyu Kangkang.
M.R.D                     : Ya sudah. Yang kedua ada putri yang sopan juga cantik rupanya. Klenting Biru namanya.
AAL                        : (melihat Klenting Biru) Duh Ibu… Saya nggak mau (mengetahui bahwa Klenting Biru sudah tercium oleh Yuyu Kangkang). Memang cantik, tapi bekas Yuyu Kangkang.
M.R.D                     : Waah, nggak mau semua ya nak.

                Tidak lama kemudian datanglah Klenting Kuning di rumah Mbok Rondho Dadapan. Dia ingin mengikuti pemilihan juga.
K.K                          : (mengetuk pintu Mbok Rondho Dadapan) Assalamualaikum
M.R.D                     : (membuka pintu rumahnya) Waalaikumsalam. Siapa ya?
K.K                          : Saya Klenting Kuning bu. Mau ikut pemilihan, supaya bisa jadi istri Ande-ande Lumut.
M.R.D                     : Apa? Kamu mau jadi istri anakku? Nggak salah kamu?
K.M                         : (mencampuri pembicaraan) Lha iya bu, muka jelek, baunya nggak enak lagi. Aku saja yang cantik ditolak
K.B                          : Iya tuh, apalagi kamu.
K.K                          : Di coba dulu bu.
M.R.D                     : Ya sudah, masuk dulu. Sekarang, cepat kamu nyanyi.
K.K                          : (menyanyi)
M.R.D                     : Sebentar, ibu bilang ke Ande-ande Lumut dulu (menghampiri Ande-ande Lumut). Anakku yang tampan, kemarilah nak. Ada putrid yang sopan, sayang jelek rupanya. Namanya Klenting Kuning.
AAL                        : (melihat Klenting Kuning) Ibu, aku mau bu. Saya akan turun, meski jelek, dia bukan bekas siapapun. Terima kasih bu
M.R.D                     : Apa kamu tidak salah?
AAL                        : Tidak bu. Ini sudah jadi pilihan saya (kemudian turun menghampiri Klenting Kuning)

Klenting Merah dan Klenting Biru terlihat kecewa.
M.R.D                     : Oh… Kalau itu pilihanmu, ibu turuti kamu saja.
AAL                        : Bu, saya mau jujur tentang jati diriku, bu.
M.R.D                     : Apa itu nak?
AAL                        : Bu… Sebenarnya saya adalah pangeran yang mengembara yang mencari pengalaman hidup
M.R.D                     : Apa? Pangeran? (terkejut dan hampir pingsan)
K.M dan K.B          : Apa? (terkejut)
                Akhirnya Klenting Kuning dan Ande-ande Lumut, wajah jelek dan bau membuat semua menjadi indah. Dan sebenarnnya Klenting Kuning adalah Putri Sekartaji. Kini, Pangeran dan Putri Sekartaji hidup bahagia selamanya.


0 komentar:

Posting Komentar